Di antara cara menafsirkan Al Qur’an yang keliru adalah menafsirkan ayat dengan sains dan teknologi.

Coba perhatikan ayat berikut ini,

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon).” QS. Ar Rahman: 33). Sulthon dalam ayat ini berarti apa?

Ada yang menafsirkan dengan mengatakan bahwa sulthon adalah ilmu pengetahuan. Karena saat ini manusia sudah bisa hingga ke bulan dengan ilmu. Maka sulthon diartikan seperti itu.

Komentar: Ini tafsiran tanpa ilmu dan termasuk “ngawur” karena tidak pernah diartikan oleh salafush sholeh.

Perlu diketahui bahwa ayat tersebut membicarakan tentang kejadian pada hari kiamat. Lihat ayat sebelumnya,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (26) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ (27)

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar Rahman: 26-27).

Perhatikan pula ayat sesudahnya,

يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِنْ نَارٍ وَنُحَاسٌ فَلَا تَنْتَصِرَانِ

“Kepada kamu, (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (dari padanya).” (QS. Ar Rahman: 34).

Para ulama menafsirkan sulthon di situ dengan quwwah atau kekuatan dari Allah. Dan tidak ada kekuatan bagi manusia untuk melakukan hal itu. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 108 dan Tafsir Al Jalalain, hal. 543.

Syaikh As Sa’di menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan bahwa jika Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat, maka Allah kabarkan bahwa manusia tidak mampu dan tidak kuat, yang punya sulthon (kekuatan) yang sempurna hanyalah Allah. Tidak ada yang mendapati jalan keluar dari kuasa dan kekuatan Allah pada hari kiamat.  (Lihat Taisir Al Karimir Rahman, hal. 830).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Menafsirkan Al Qur’an dengan teori sains modern amat berbahaya. Karena jika kita menafsirkan seperti itu lalu datang teori yang lebih baru lagi dan menyelisihi yang dulu, maka nanti muncul anggapan dari musuh Islam bahwa Al Qur’an tidaklah benar. Kalau kaum muslimin sendiri bisa menyadari bahwa bentuk penafsiran seperti itu keliru. Namun hal ini tidak berlaku bagi musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, saya sendiri sangat mewanti-wanti jika ada yang menafsirkan Al Qur’an dengan pendekatan sains seperti itu.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 150-151).

Lihat saja ‘Umar bin Khottob mencontohkan tidak seenaknya kita menafsirkan ayat. Ketika beliau membaca ayat di mimbar,

وَفَاكِهَةً وَأَبًّا

Dan buah-buahan serta rumput-rumputan” (QS. ‘Abasa: 31). Umar berkata, kalau “fakihah” dalam ayat ini sudah kita kenal. Namun apa yang dimaksud “abba”?” Lalu ‘Umar bertanya pada dirinya sendiri. Lantas Anas mengatakan,

إن هذا لهو التكلف يا عمر

Itu sia-sia saja, mempersusah diri, wahai Umar.” (Dikeluarkan oleh Abu ‘Ubaid, Ibnu Abi Syaibah, Sa’id bin Manshur dalam kitab tafsirnya, Al Hakim, serta Al Baihaqi. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai  syarat Bukhari Muslim. Imam Adz Dzahabi juga menyetujuinya).

Yang dimaksud adalah Umar dan Anas ingin mengetahui bagaimana bentuk abba itu sendiri. Mereka sudah mengetahuinya, namun bentuknya seperti apa yang mereka ingin ungkapkan. Abba yang dimaksud adalah rerumputan yang tumbuh di muka bumi. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 14).

Lihat saja seorang sahabat yang mulia -seperti Umar bin Khottob dan Anas bin Malik- begitu hati-hati dalam menafsirkan ayat. Mereka begitu khawatir jika salah karena dapat jauh dari apa yang dikehendaki Allah Ta’ala tentang maksud ayat itu. Jadi, jangan seenaknya saja menafsirkan dengan logika kita.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Daruts Tsuroya, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Salah satu lagi cara menafsirkan Al Qur’an yang keliru adalah menafsirkan Al Qur’an dengan logika, akal pikiran, tanpa ilmu.

Ibnu Katsir mengatakan, “Menafsirkan Al Qur’an dengan logika semata, hukumnya haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 11).

Dalam hadits disebutkan,

وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if).

Masruq berkata,

اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله

“Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)

Asy Sya’bi mengatakan,

والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل

“Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).

Ibrahim An Nakho’i berkata,

كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه

“Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Idem. Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).

Cara Menafsirkan Al Qur’an yang Benar

Ibnu Katsir menunjukkan bagaimana cara terbaik menafsirkan Al Qur’an sebagai berikut:

1- Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an. Jika ada ayat yang mujmal (global), maka bisa ditemukan tafsirannya dalam ayat lainnya.

2- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan sunnah atau hadits.

3- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat karena mereka lebih tahu maksud ayat, lebih-lebih ulama sahabat dan para senior dari sahabat Nabi seperti khulafaur rosyidin yang empat, juga termasuk Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.

4- Jika tidak didapati, barulah beralih pada perkataan tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah (bekas budak Ibnu ‘Abbas), ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan Al Bashri, Masruq bin Al Ajda’, Sa’id bin Al Musayyib, Abul ‘Aliyah, Ar Robi’ bin Anas, Qotadah, dan Adh Dhohak bin Muzahim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 1: 5-16)

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Makna Ath-Thariq

Quran Surah Ath-Thariq ayat 1

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ

Arab-Latin: Was-samā`i waṭ-ṭāriq

Demi langit dan yang datang pada malam hari.” (QS. Ath-Thariq: 1)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 2

وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلطَّارِقُ

Arab-Latin: wa mā adrāka maṭ-ṭāriq

tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?” (QS. Ath-Thariq: 2)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 3

ٱلنَّجْمُ ٱلثَّاقِبُ

Arab-Latin: an-najmuṡ-ṡāqib

“(yaitu) bintang yang cahayanya menembus.” (QS. Ath-Thariq: 3)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 4

إِن كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ

Arab-Latin: ing kullu nafsil lammā ‘alaihā ḥāfiẓ

tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.” (QS. Ath-Thariq: 4)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

Allah berfirman, “Demi langit dan yang datang pada malam hari,” kemudian yang datang di malam hari dijelaskan dengan FirmanNya, “(Yaitu) bintang yang cahayanya menembus,” yakni yang bercahaya yang cahayanya menembus dan membakar langit hingga tembus dan terlihat dari bumi. Yang benar, bintang yang cahayanya menembus adalah kata umum yang mencakup seluruh bintang yang cahayanya menembus. Ada yang menafsirkannya dengan bintang saturnus yang memecah ketujuh langit dan menembusnya hingga dapat terlihat darinya. Disebut ath-Thariq karena bintang tersebut datang di waktu malam. Obyek sumpahnya adalah Firman Allah, “Tidak ada suatu jiwa pun (diri) melainkan ada penjaganya,” yang menjaga amal perbuatannya, baik dan buruknya, dan amal yang dijaganya akan dibalas.

 

Penciptaan Manusia

Quran Surah Ath-Thariq ayat 5

فَلْيَنظُرِ ٱلْإِنسَٰنُ مِمَّ خُلِقَ

Arab-Latin: falyanẓuril-insānu mimma khuliq

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?” (QS. Ath-Thariq: 5)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 6

خُلِقَ مِن مَّآءٍ دَافِقٍ

Arab-Latin: khuliqa mim mā`in dāfiq

Dia diciptakan dari air yang dipancarkan.” (QS. Ath-Thariq: 6)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 7

يَخْرُجُ مِنۢ بَيْنِ ٱلصُّلْبِ وَٱلتَّرَآئِبِ

Arab-Latin: yakhruju mim bainiṣ-ṣulbi wat-tarā`ib

yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” (QS. Ath-Thariq: 7)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?” Yakni, hendaklah manusia merenungkan penciptaan dan permulaannya, dia adalah makhluk (yang tercipta) “dari air yang terpancar,” yaitu air mani yang “keluar di antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” Kemungkinan yang dimaksud adalah tulang belakang lelaki dan tulang dada perempuan dan kemungkinan yang dimaksud adalah air mani yang memancar, yaitu air mani lelaki, karena air mani keluar di antara tulang punggung dan tulang dada. Dan sepertinya inilah yang lebih utama, karena sifat air yang memancar yang bisa dilihat dan dirasakan pancarannya adalah air mani lelaki. Di samping itu, kata tara’ib juga dipakai untuk kaum lelaki yang bagi kaum wanita adalah tulang dada. Andai yang dimaksudkan adalah wanita, tentu yang disebutkan adalah tulang sulbi dan tulang dada perempuan. Wallahu a’lam

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 8

إِنَّهُۥ عَلَىٰ رَجْعِهِۦ لَقَادِرٌ

Arab-Latin: innahụ ‘alā raj’ihī laqādir

Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).”  (QS. Ath-Thariq: 8)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 9

يَوْمَ تُبْلَى ٱلسَّرَآئِرُ

Arab-Latin: yauma tublas-sarā`ir

Pada hari ditampakkan segala rahasia.” (QS. Ath-Thariq: 9)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan …

Ungkapan amalan dengan sirr (rahasia) ada rahasia di dalamnya. Ingatlah, amalan itu adalah hasil dari rahasia dalam batin. Jika batin itu baik, maka amalan lahiriyah juga akan ikut baik. Batin yang baik akan tampak wajah yang bercahaya, berseri, dan hidup. Namun, jika batin itu buruk, maka amal lahiriyah juga akan ikut buruk. Patokannya bukan dilihat dari bentuk. Batin yang jelek akan tampak pada wajah yang gelap, suram, dan buruk. Namun, yang tampak di dunia adalah amalan lahiriyah. Sedangkan, sesuatu di batin tidaklah tampak di dunia. Namun, pada hari kiamat, rahasia atau batin akan tampak. Di akhirat, sesuatu yang tersembunyi akan tampak terang.

يَوْمَ تُبْلَى ٱلسَّرَآئِرُ

وفي التعبير عن الأعمال بالسر لطيفة: وهو أن الأعمال نتائج السرائر الباطنة، فمن كانت سريرته صالحة كان عمله صالحاً، فتبدو سريرته على وجهه نوراً وإشراقاً وحياء، ومن كانت سريرته فاسدة كان عمله تابعاً لسريرته، لا اعتبار بصورته، فتبدو سريرته على وجهه سواداً وظلمة وشيناً، وإن كان الذي يبدو عليه في الدنيا إنما هو عمله لا سريرته، فيوم القيامة تبدو عليه سريرته، ويكون الحكم والظهور لها.
ابن القيم: ٣ / ٢٨٨-

٢٨٩.
ما أهمية إصلاح السرائر؟
من تطبيق القرآن تدبر وعمل

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan …

يَوْمَ تُبْلَى ٱلسَّرَآئِرُ

أي: تخرج مخبآتها وتظهر؛ وهو كل ما كان استسره الإنسان من خير أو شر وأضمره من إيمان أو كفر… قال ابن عمر رضي الله عنهما: يبدي الله يوم القيامة كل سر خفي فيكون زيناً في الوجوه وشيناً في الوجوه.
القرطبي: ٢٢ / ٢١٢-٢١٤.
كيف تبلى سرائر العبد يوم القيامة؟
من تطبيق القرآن تدبر وعمل

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 10

فَمَا لَهُۥ مِن قُوَّةٍ وَلَا نَاصِرٍ

Arab-Latin: fa mā lahụ ming quwwatiw wa lā nāṣir

maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.”  (QS. Ath-Thariq: 10)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

Dzat yang menciptakan manusia dari air yang memancar yang keluar dari tempat yang sulit, tentu mampu untuk mengembalikannya di akhirat dan untuk membangkitkan, mengumpulkan, dan memberi balasan. Ada yang menafsirkan bahwa maknanya adalah, sesungguhnya Allah kuasa untuk mengembalikan air mani yang terpancar ke dalam tulang sulbi kembali. Karena itu Allah berfirman setelahnya, “Pada hari dinampakkan segala rahasia,” yaitu rahasia-rahasia dada ditampakkan dan segala kebaikan dan keburukan yang ada di hati terlihat pada rona muka. Seperti difirmankan Allah, “Pada hari wajah-wajah memutih dan wajah-wajah menghitam.” (Ali Imran: 106). Di dalam dunia, banyak hal yang bisa disembunyikan yang tidak tampak oleh mata manusia, tapi di Hari Kiamat, kebaikan orang-orang baik dan dosa orang-orang yang berdosa pasti nampak. Semua hal menjadi terang dan jelas. Allah berfirman, “Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun,” yakni dari dirinya yang bisa menangkal , “dan tidak (pula) seorang penolong” dari luar yang menolongnya. Ini adalah sumpah terhadap orang-orang yang berbuat pada saat mereka melakukannya dan pada saat mereka diberi balasan.

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 11

وَٱلسَّمَآءِ ذَاتِ ٱلرَّجْعِ

Arab-Latin: was-samā`i żātir-raj’

Demi langit yang mengandung hujan.”  (QS. Ath-Thariq: 11)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 12

وَٱلْأَرْضِ ذَاتِ ٱلصَّدْعِ

Arab-Latin: wal-arḍi żātiṣ-ṣad’

dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan.” (QS. Ath-Thariq: 12)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 13

إِنَّهُۥ لَقَوْلٌ فَصْلٌ

Arab-Latin: innahụ laqaulun faṣl

sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil.”  (QS. Ath-Thariq: 13)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 14

وَمَا هُوَ بِٱلْهَزْلِ

Arab-Latin: wa mā huwa bil-hazl

dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.” (QS. Ath-Thariq: 14)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

Kemudian Allah membagi golongan selanjutnya berdasar keabsahan al-Qur’an seraya berfirman, “Demi langit yang mengandung hujan, dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan,” yakni langit membawa hujan setiap tahunnya dan bumi mengembalikannya berupa tumbuh-tumbuhan sehingga manusia dan binatang bisa hidup dengannya. Langit juga membawa takdir dan urusan-urusan ilahi di setiap waktu sedangkan bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. “Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar Firman yang memisahkan antara yang haq dan yang batil,” yaitu benar, jujur, jelas, dan terang, “dan sekali-kali bukanlah ia senda gurau,” yakni serius, bukan senda gurau. Al-Qur’an adalah Firman yang membedakan antara berbagai golongan dan berbagai perkataan, serta memutuskan berbagai sengketa.

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 15

إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا

Arab-Latin: innahum yakīdụna kaidā

Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.”  (QS. Ath-Thariq: 15)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 16

وَأَكِيدُ كَيْدًا

Arab-Latin: wa akīdu kaidā

Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.”  (QS. Ath-Thariq: 16)

 

Quran Surah Ath-Thariq ayat 17

فَمَهِّلِ ٱلْكَٰفِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًۢا

Arab-Latin: fa mahhilil-kāfirīna am-hil-hum ruwaidā

Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.”  (QS. Ath-Thariq: 17)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

“Sesungguhnya orang kafir itu,” yaitu orang-orang yang mendustakan Rasulullah dan al-Qur’an, “merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya,” agar dengan tipu daya mereka dapat menolak kebenaran dan menguatkan kebatilan. “Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya,” untuk menampakkan kebenaran meski orang-orang kafir benci dan untuk menangkal kebatilan yang mereka bawa. Dengan demikian akan diketahui siapakah yang menang. Manusia sangatlah lemah dan hina untuk bisa mengalahkan Allah yang Mahakuat lagi Maha Mengetahui dalam rencana pembalasan terhadap tipu daya. “Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar,” yakni sementara waktu, dan mereka akan mengetahui resiko sikap mereka pada saat siksaan menimpa.